KEPELOPORAN DAN KEPEMIMPINAN
Peran Pokok Pemuda Dalam Pembangunan
Oleh:
Ginandjar Kartasasmita
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Ketua Bappenas
Disampaikan pada Peluncuran Buku
“Peran Pemuda Menuju Indonesia Sesuai Cita-cita
Proklamasi 1945”
Jakarta, 3 Maret 1997
Pertama
-tama, saya menyambut gembira diterbitkannya buku “Peran Pemuda Menuju Indonesia
Sesuai Cita -cita Proklamasi 1945” oleh DPP Golkar. Saya mendapat kehormatan
untuk turut meluncurkan buku ini. Buku tersebut merupakan hasil Dialog Nasional
Pemuda yang diselenggarakan oleh Golkar dalam rangka memperingati 50 tahun
Indonesia Merdeka. Dengan demikian, banyak aspek telah dibahas dalam buku,
ditinjau dari berbagai sudut. Dengan sendirinya dalam kesempatan ini saya tidak
diharapkan untuk memicu diskusi baru, atau memulai lagi suatu seminar. Oleh
karena buku itu telah secara lengkap memuat pandangan-pandangan dari para
praktisi, pakar, politisi, dan tokoh-tokoh pemuda, sehingga apapun yang akan
dikatakan seseorang, tidak mungkin menghindari terjadinya
pengulangan-pengulangan. Oleh karena itu, kesempatan ini ingin saya gunakan
untuk menggarisbawahi beberapa hal saja, yang kiranya dapat melengkapi dan
memperkuat berbagai argumentasi yang ada dalam buku. Pertama, mengenai
“menuju Indonesia sesuai cita-cita proklamasi 1945”. Titik tolak ini penting
sekali, oleh karena bagi bangsa manapun diperlukan adanya sesuatu yang
mengikat, dan yang mempersatukannya sebagai bangsa. Dalam konsep negara bangsa
seperti Indonesia, yang bukan negara yang dibentuk oleh suatu identitas
tertentu seperti etnik, suku, atau agama, maka faktor pengikat itu adalah
gagasan yang melahirkannya sebagai bangsa. Latar belakang geografis memang
penting seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, tetapi di pihak lain seperti dikatakan
oleh Bung Hatta, meskipun faktor geopolitik itu penting “tetapi kebenarannya
sangat terbatas”. Karena, kalau atas dasar itu saja, maka seluruh Kalimantan
harus masuk Indonesia. Latar belakang sejarah juga penting, tetapi juga tidak
mutlak, karena Timor Timur memiliki latar belakang sejarah yang berbeda dari
propinsi-propinsi Indonesia lainnya. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh
Greenfeld, “the only foundation of nationalism as such, the only condition,
that is, without which no nationalism is possible, is an idea”. Bagi kita “idea”
itu, gagasan itu, adalah cita-cita proklamasi. Cita-cita proklamasi, gagasan
dasar pada waktu negara ini dilahirkan, adalah fondasinya negara kita. Keluar,
atau bergeser, dari cita -cita itu, maka negara kita sudah tidak sama lagi.
Kita sudah berbicara mengenai negara yang lain, bukan mengenai negara Republik
Indonesia yang kita kenal. Kalau kita tidak hati-hati, bisa saja hal seperti
itu terjadi, karena di negara-negara lain proses itu terjadi. Kita sudah
menyaksikan tidak sedikit negara yang berganti konstitusi, yang berubah
falsafahnya, bukan hanya sistemnya, tetapi keseluruhan pandangan hidupnya.
Bahkan banyak negara yang wujudnya sama sekali sudah berbeda dengan pada waktu
awal didirikannya. Kita tidak ingin hal itu terjadi di Indonesia, karena kita
yakin akan kebenaran hakikat bangsa danm negara kita, seperti yang dilahirkan
pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan gagasan-gagasan besarnya yang ingin kita
wujudkan.
Perwujudan
itu, dilakukan dengan pembangunan. Karena pembangunan adalah upaya mewujudkan
cita-cita besar pendiri Republik ini, yang jika diringkas terangkum dalam
nilai-nilai Pancasila, maka kita menjalankan pembangunan sebagai pengamalan
Pancasila. Saya yakin apa yang menjadi cita-cita proklamasi itu, atau yang
lebih penting upaya kita menuju ke sana, telah dibahas secara meluas dan
mendalam dalam dialog nasional ini, sehingga rasanya saya tidak perlu
memperpanjangnya di sini. Lagi pula, saya yakin kita semua sependapat mengenai
tujuan pembangunan kita, dan mekanisme untuk mencapainya, sehingga tidak banyak
yang perlu dikutak-katik. Artinya, karena tujuan pembangunan, yang tidak lain
adalah cita –cita proklamasi, adalah wujud suatu masyarakat yang ideal, maka
pencapaiannya tentu harus bertahap. Pada setiap tahapan itu, kita menyusun
strategi untuk mencapai sasaran tahap demi tahap. Dalam sistem konstitusi kita,
mekanisme itu ditempuh melalui GBHN, sehingga dalam setiap tahapan itu rakyatlah
yang menentukan sasaran-sasaran dan upaya untuk mencapainya. Tahapan jangka
panjang pertama telah kita selesaikan dan sekarang kita telah memasuki tahapan
jangka panjang kedua. Untuk tahapan jangka panjang kedua, Golkar telah memiliki
visi yang akan diupayakan mewujudkannya dalam sasaran-sasaran pembangunan
selanjutnya. Untuk itu, Golkar kembali meminta mandat dari rakyat, meminta
kepercayaan dari rakyat, dalam pemilihan umum yang akan datang. Visi
pembangunan Orde Baru dari Golongan Karya itu, mencakup berbagai aspek dalam kehidupan,
dan sudah berbentuk gambaran yang konkrit mengenai masyarakat Indonesia yang diharapkan
dapat terwujud pada akhir PJP II. Gambaran tersebut telah dinyatakan dalam besaran-besaran
kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
Saya rasa
tidak perlu saya mendalaminya di sini, karena bahan itu saya yakin telah
dimiliki oleh semua kader Golkar yang berada di sini. Beberapa pokoknya saja
ingin saya kemukakan atau saya kutip, karena kita sedang berbicara mengenai
tahap-tahap perjalanan bangsa kita menuju citacita proklamasi 1945. Pada
sekitar tahun 2020 Indonesia sudah menjadi negara industri yang maju. Kesejahteraan
sudah meningkat dan makin merata. Masalah kemiskinan telah terselesaikan. Struktur
ekonomi telah kukuh dengan berbasis industri. Struktur dunia usaha juga kuat,
karena ditopang lapisan usaha menengah yang andal, yang saling menunjang dengan
lapisan usaha kecil yang juga makin kukuh dan mandiri, dengan lapisan usaha
besar yang basisnya makin luas. Bangsa Indonesia telah tumbuh menjadi bangsa
yang modern, berpendidikan, sehat, dan dengan demikian, makin cerdas, dan
tinggi produktivitasnya. Dengan kata lain bangsa Indonesia, telah menjadi
bangsa yang memiliki daya saing kuat, sehingga integrasi dalam ekonomi global
dan regional telah sungguh-sungguh mampu dimanfaatkan untuk mendorong
pertumbuhan. Kualitas demokrasi akan makin meningkat, sebagai hasil dari
peningkatan kualitas lembaga-lembaga social politik serta kualitas para
pelakunya. Dengan demikian, transformasi masyarakat yang terjadi berlangsung
secara struktural maupun kultural. Pada tahun 2020 Indonesia sudah merdeka 75
tahun. Dalam usia itu bangsa Indonesia sudah kukuh kuat ketahanan nasionalnya.
Penghayatan ideologi Pancasila sudah meresap, membudaya dan tidak tergoyahkan.
Kehidupan nasional telah berjalan di atas landasan konstitusi dengan mantap.
Persatuan dan kesatuan bangsa telah terjalin dengan kukuh sehingga kemajemukan
telah sungguh-sungguh menjadi modal dan kekuatan bangsa, dan bukan menjadi penyebab
perpecahan. Dengan demikian nilai-nilai yang dikandung dalam Wawasan Nusantara telah
mewujud dalam budaya bangsa. Hukum telah makin mampu menjamin kepastian,
ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum, yang berintikan keadilan dan
kebenaran. Birokrasi pemerintah telah meningkat kualitas dan kinerjanya,
sebagai hasil dari perbaikan kualitas sumber daya manusianya, kesejahteraannya,
serta penyempurnaan dalam kelembagaannya.
Dengan wujud
masa depan yang demikian, Indonesia sudah akan menjadi bangsa industry yang
maju dan modern, dan berdiri di atas landasan kemandirian pada sekitar akhir
PJP II. Kita akan mencapai tahap yang memungkinkan bangsa ini untuk tumbuh
selanjutnya dengan kekuatannya sendiri, dengan memanfaatkan dinamika
perkembangan ekonomi internasional yang terus didorong oleh keterbukaan dan
integrasi ekonomi serta kemajuan teknologi. Masalah kesenjangan sosial ekonomi
dan kesenjangan antardaerah jelas belum akan dapat terselesaikan secara tuntas.
Namun, kecende rungannya diharapkan sudah tidak makin melebar. Kesejahteraan
rakyat dengan demikian bukan hanya makin meningkat, melainkan telah makin adil dan
merata. Semuanya itu jelas tidak akan terjadi dengan sendirinya. Kita menyadari
banyaknya tantangan yang harus dihadapi dan rintangan yang harus diatasi, baik
yang berasal dari luar maupun dari dalam, untuk mewujudkan kemajuan yang kita
dambakan itu. Namun dengan komitmen yang kuat, disiplin, dan kerja keras, ada
harapan kita untuk mencapainya. Di sinilah terletak peran pemuda. Kalau kita
berbicara mengenai peran pemuda dalam berkiprah menuju terwujudnya cita-cita
proklamasi, menurut hemat saya, tantangan utamanya adalah bagaimana mewujudkan
sasaran-sasaran pembangunan pada masanya, yaitu menurut tahapan-tahapannya.
Untuk tahapan sekarang ini, adalah mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan da
lam PJP II.
Dengan
demikian, maka segenap daya upaya, termasuk pembicaraan-pembicaraan dan diskusi-diskusi
harus terarah ke arah itu. Oleh karena pada akhirnya yang paling penting,
paling dibutuhkan dan dinanti nantikan masyarakat adalah kepeloporan dan
kepemimpinan dalam upaya memperbaiki kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat menurut cita -cita keadilan sosial. Di sinilah pemuda berperan secara
alamiah, yakni dalam kepeloporan dan
kepemimpinan dalam menggerakkan
potensi dan sumber daya yang ada pada rakyat. Menurut hemat saya, kalau kita
ingin memfokuskan pembicaraan, atau penyusunan strategi mengenai peran pemuda
dalam pembangunan, maka konteksnya adalah kepeloporan dan kepemimpinan. Jadi,
untuk meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan, kita harus membangun kepeloporan
dan kepe mimpinannya. Di sini ada beberapa pengertian, yang penting adalah tiga
aspek: membangun semangatnya, kemampuannya, dan pengamalannya. Kepeloporan dan
kepemimpinan bisa berarti sama yakni berada di muka dan diteladani oleh yang
lain. Tetapi, dapat pula memiliki arti sendiri. Kepeloporan jelas menunjukkan
sikap berdiri di muka, merintis, membuka jalan, dan memulai sesuatu, untuk
diikuti, dilanjutkan, dikembangkan, dipikirkan oleh yang lain. Dalam
kepeloporan ada unsur menghadapi risiko. Kesanggupan untuk memikul risiko ini
penting dalam setiap perjuangan, dan pembangunan adalah suatu bentuk
perjuangan. Dalam jaman modern ini, seperti juga kehidupan makin kompleks, demikian
pula makin penuh risiko. Seperti dikatakan oleh Giddens “Modernity is a risk
culture”.
Modernitas
memang mengurangi risiko pada bidang-bidang dan pada cara hidup tertentu,
tetapi juga membawa parameter risiko baru baru yang tidak dikenal pada era-era
sebelumnya. Untuk itu maka diperlukan ketangguhan, baik mental maupun fisik.
Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil jalan yang penuh risiko. Sifat-sifat
itu ada dalam diri pemuda, karena tugas itu cocok buat pemuda. Kepemimpinan
bisa berada di muka, bisa di tengah, dan bisa di belakang, seperti ungkapan “ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”. Tidak
semua orang juga bisa menjadi pemimpin. Pemimpin juga tidak dibatasi oleh usia,
bahkan dengan tambah usia makin banyak pengalaman, makin arif kepemimpinan.
Tetapi yang
saya bicarakan adalah kepemimpinan di “lapangan”. Kepemimpinan dalam melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan pembangunan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat, dalam
berbagai kegiatan.
Kepemimpinan
serupa itu sangat sesuai untuk para pemuda, karena ciri pemuda yang dinamis.
Kepemimpinan yang dinamis diperlukan oleh masyarakat yang sedang membangun. Apabila
dengan bertambahnya usia, kepemimpinan menjadi lebih arif karena bertambahnya pengalaman,
namun hal itu bisa dibarengi dengan berkurangnya dinamika. Barangkali itu
adalah trade off-nya. Pada lapisan pemimpin-pemimpin muda itulah kita
harapkan memperoleh sumber dinamika. Sumber dinamika yang dapat mengembangkan
kreativitas, melahirkan gagasan baru, mendobrak hambatan-hambatan, mencari
pemecahan masalah, kalau perlu dengan menembus sekat-sekat berpikir
konvensional. Oleh karena itu, menjadi tugas kita sekarang, terutama tugas dari
para pemimpin pemuda untuk membangun semangat, kemampuan, dan pengamalan
kepeloporan dan kepemimpinan. Membangun semangat adalah membangun sikap, karena
itu terkait erat dengan pembangunan budaya. Pendidikan merupakan wahana yang
paling penting dan mendasar, di samping upaya lain untuk merangsang inisiatif
dan membangkitkan motivasi. Keteladanan adalah pendekatan lain untuk
membangkitkan semangat. Dorongan masyarakat, atau tantangan dari masyarakat,
juga merangsang bangkitnya semangat.
Membangun
kemampuan juga penting, karena kepeloporan dan kepemimpinan tidak cukup hanya
dengan kata-kata. Harus ada perbuatan. Seorang pemimpin harus dapat menunjukkan
kepada yang dipimpin, atau seorang pelopor kepada yang dipelopori, apa yang
harus dilakukan. Oleh karena itu, profesionalisme atau pengetahuan mengenai
suatu bidang tertentu yang relevan dengan kepeloporan dan kepemimpinannya amat
diperlukan. Tidak berarti harus menguasai lebih teknis dari yang dipimpin,
tetapi sekurang-kurangnya harus mampu memberikan inspirasi, menunjukkan arah,
dan mampu mencari jalan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pengamalan
kepeloporan dan kepemimpinan itu adalah muaranya. Walaupun semangat ada,
pengetahuan cukup, tetapi tidak berbuat apa -apa, tidak ada gunanya bagi
siapapun. Untuk itu selain perlu dirangsang, para pemuda juga perlu diberi
kesempatan sebesar-besarnya untuk berpa rtisipasi dan berprakarsa dalam
pembangunan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan, termasuk
organisasi-organisasi kepemudaan, organisasi-organisasi profesi,
organisasi-organisasi fungsional merupakan wadah yang tepat untuk membangun
kepeloporan dan kepemimpinan seperti yang diharapkan itu. Dengan sendirinya sebagai
organisasi sosial politik terbesar, Golkar memikul tanggung jawab yang besar
pula dalam mencetak kader-kader pembangunan yang akan memelopori dan memimpin
bangsa ini menuju cita-citanya.
Sejarah
bangsa Indonesia menunjukkan bahwa pemuda Indonesia memang senantiasa menjadi
pelopor dan memimpin bangsanya dalam berbagai tahap perjuangan. Kebangkitan
nasional tahun 1908 dipelopori oleh orang-orang muda, sumpah pemuda tahun 1928
yang telah merekat bangsa ini menjadi bangsa yang satu jelas adalah karyanya
para pemuda. Proklamasi 1945 dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan
dipelopori kaum muda. Demikian pula Orde Baru adalah ordenya para pemuda. Tugas
kita sekarang adalah memelihara dan melanjutkan tradisi itu, serta memperkuat
dan memperkayanya dengan makna dan nilai-nilai baru sesuai dengan tantangan jaman.
Dengan
kata-kata itu saya akhiri sambutan ini. Saya ucapkan selamat kepada DPP Golkar
yang telah menerbitkan buku ini, yang jelas besar manfaatnya bagi para pemuda
dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Posting Komentar