FILSAFAT ILMU
Bidang
Telaah Filsafat Ilmu
1. Pada
tahap yang pertama filsafat membahas siapakah manusia itu?
2. Tahap yang kedua adalah pertanyaan tentang ada
? (tentang hidup dan eksistensi manusia)
Cabang-Cabang
Filsafat Ilmu
Pokok
permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yaitu:
1. Logika;
apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah
2. Etika;
mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk
3. Estetika;
apa yang termasuk jelek dan apa yang termasuk indah
Ketiga
cabang utama ini akhirnya bertambah lagi yaitu:
1. Metafisika;
teori tentang ada (tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat serta
pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran
2. Politik;
kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal
Akhirnya
berkembang lagi menjadi banyak cabang yang meliputi:
1. epistimologi
(filsafat pengetahuan)
2. etika
(filsafat moral)
3. estetika
(filsafat seni)
4. metafisika
5. politik
(filsafat pemerintahan)
6. filsafat
agama
7. filsafat
ilmu
8. filsafat
pendidikan
9. filsafat
hokum
10. filsafat
sejarah
11. filsafat
matematika
Filsafat
Ilmu
Filsafat
Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan cabang
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu
tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena
permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini
sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial.
Pembagian ini lebih merupakan pembatasan bidang-bidang yang ditelaah, yakni
ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang
bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara
filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsip antara ilmu-ilmu alam dan
sosial, dimana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama. Filsafat ilmu
merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu seperti:
·
Obyek apa yang ditelaah ilmu ? (Ontologis)
·
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan berupa
ilmu? (epistemologis)
·
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan ?
(aksiologis)
Penalaran
Defenisi
Kemampuan
menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan
rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan
lewat Adam dan Hawa, dan setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuannya
itu. Dia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana
yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Secara terus menerus dia
selalu hidup dalam pilihan. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang
mengembangkan pengetahuan ini sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai
pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Manusia
mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup
ini. Dan memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan
sekedar untuk kelangsungan hidupnya, namun lebih dari pada itu. Manusia
mengembangkan kebudayaan; memberi makna bagi kehidupan; manusia ‘memanusiakan”
diri dalam dalam hidupnya. Intinya adalah manusia di dalam hidupnya mempunyai
tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah
yang membuat manusia mengembangkan pengetahuannya dan pengetahuan ini mendorong
manusia menjadi makhluk yang bersifat khas.
Pengetahuan
ini mampu dikembangkan manusia disebabkan oleh dua hal utama;
a. Bahasa;
manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran
yang melatar belakangi informasi tersebut.
b. Kemampuan
berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara
berpikir seperti ini disebut penalaran.
Dua
kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya yakni
bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang mampu menalar.
Hakikat
Penalaran
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap,
dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang
didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan
pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan
dengan perasaan. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan
yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama oleh sebab
itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itupun
berbeda-beda dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang
disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan
landasan bagi proses kebenaran tersebut.
Penalaran merupakan
suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai criteria
kebenaran masing-masing.
Sebagai
suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu
·
Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara
luas dapat disebut logika, dan tiap penalaran mempunyai logika
tersendiri atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu
kegiatan berpikir logis, dimana berpikir logis di sini harus diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu.
·
Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari
proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang
menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan
untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya
penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah,
dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri.
Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari suatu pola berpikir tertentu.
Logika
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan
yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir
ituharus dilakukan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih
(valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara. Cara
penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefenisikan
sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih.”
Terdapat
bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk sesuai dengan dengan
tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran maka hanya difokuskan kepada
dua jenis penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika
induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata menjadi kesimpulan bersifat umum. Sedangkan logika deduktif,
menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umu menjadi kasus yang bersifat
individual (khusus).
a. Induksi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatau
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting
artinya karena mempunyai dua keuntungan.
Ø Bersifat
ekonomis.
Ø Dimungkinkannya
proses penalaran selanjutnya.
b. Deduksi
Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebalikny dari
penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang
bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan
secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.
Silogismus disusun dari dua buah pertanyaan dan satu kesimpulan. Pernyataan
yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan
sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang
didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Jadi
ketepatan penarikan kesimpulan tergantung pada tiga hal yakni kebenaran premis
mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan. Sekiranya
salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenuhi maka
kesimpulan yang akan ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang
disusun secara deduktif.
Sumber
Pengetahuan
Kebenaran
adalah pernyataan tanpa ragu! Baik logika deduktif maupun logika induktif,
dalam proses penalarannya, mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan
yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada pertanyaan; bagaimana
kita mendapatkan pengetahuan yang benar itu? Pada dasarnya terdapat dua cara
pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama
adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada
pengalaman. Kaum rasionalis mendasarkan diri kepada rasio dan kaum empirisme
mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mempergunakan metode
deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya
didapatkan dari ide yang dianggapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut
mereka bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri sudah ada jauh
sebelum manusia memikirkannya. Paham ini dikenal dengan nama idealisme. Fungsi
pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya.
Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori dan dapat diketahui manusia
lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Pengalaman tidaklah membuahkan prinsip
justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip yang didapat lewat penalaran
rasionil itulah maka kita dapat mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam
alam sekitar kita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bagi kaum
rasionalis adalah bersifat apriori dan pengalaman yang didapatkan manusia lewat
penalaran rasional. Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris
berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran yang
abstrak namun lewat penalaran yang konkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan
panca indra. Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk
mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahui adalah
intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini, pengetahuan yang didapatkan secara
rasional dan empiris, kedua-duanya merupakan induk produk dari sebauh rangkaian
penalaran.
Intuisi
merupakan
pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang
yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba mendapat jawaban
atas permasalah tersebut. Tanpa melaui proses berliku-liku dia sudah
mendapatkan jawabannya.. intuisi juga bisa bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya
sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan jawabannya tidak pada
saat sesorang itu secara sadar sedang menggelutinya. Intuisi bersifat personal
dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara
teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan. Pengetahuan inuitif dapat
digunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar
atau tidaknya suatu penalaran. Wahyu merupakan pengetahuan yang
disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan
lewat nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan
bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun
juga mencakup masalah yang bersifat transedental kepercayaan kepada Tuhan
yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai
suatu pengantara dan kepercayaan terhadap suatu wahyu sebagai
cara penyampaian merupakan titik dasar dari penyusunan pengetahuan
ini.. kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatau pernyataan harus
dipercaya dulu baru bisa diterima. Dan pernyataan ini bisa saja dikaji
lewat metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah
pernyataan-pernyataan yang terkandung didalamnya konsisten atau
tidak.di pihak lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung
pernyataan tersebut.
Kriteria Kebenaran
Tidak
semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya
benar. Oleh sebab itu ada beberapa teori yang dicetuskan dalam melihat kriteria
kebenaran.
Yang
pertama adalah teori koherensi. Teori ini merupakan menyatakan bahwa pernyataan
dan kesimpulan yang ditarik harus konsinten dengan pernyataan dan kesimpulan
terdahulu yang dianggap benar. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
berdsarkan teori koherensi suatu pernyatan dianggap benar bila pernyataan tersebut
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya
dilakukan pembuktian berdsarkan teori koheren
Paham
lain adalah kebenaran yang didasarkan pada teori korespondensi. Bagi penganut
teori korespondensi, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang
dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang menyatakan bahwa “
ibukota republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar
sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat factual yakni Jakarta memang
ibukota republik Indonesia.
Teori
Pragmatis
dicetuskan
oleh Charles S. Peirce (1839-1924) dalam sebuah makalah yang terbit tahun 1878
yang berjudul “How to make Our Ideas Clear.” Teori ini kemudian
dikembangkan oleh para filsuf Amerika. Bagi seorang pragmatis, kebenaran suatau
pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungisional
dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika
pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan umat manusia. Kaum pragmatis berpaling kepada metode ilmiah
sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang dianggapnya
fungisional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Kriteria
pragmatisme ini juga
dipergunakan
oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran dilihat dari perspektif waktu.
Posting Komentar