Headlines News :
Home » » PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME

Written By Unknown on Senin, 02 Juli 2012 | 01.08


PEMERINTAH KABUPATEN WAJO
PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO
NOMOR 04 TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK REKLAME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI WAJO,
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Wajo
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Pajak Reklame yang dianggap tidak
sesuai dengan perkembangan perlu dicabut dan disesuaikan;
b. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang penting guna membiayai pemerintahan dan pembangunan;
c. bahwa untuk melaksanakan Penyesuaian sebagaimana dimaksud
huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pajak
Reklame.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Tahun
1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822);
2. Undang – undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3984);
3. Undang – undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang badan Penyelesaian
sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3638);
4. Undang – undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);
2
5. Undang – undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6. Undang – undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
7. Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4286);
8. Undang – undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4355);
9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
10. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4400);
11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4844);
12. Undang - undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4438 );
13. Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Restribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866);
15. Peraturan Pemerintahan Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
3
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah;
19. Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang
Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang
Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Pokok-pokok Pengelolaan Daerah Kabupaten Wajo;
22. Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Kabupaten Wajo.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAJO
Dan
BUPATI WAJO
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK REKLAME
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Wajo;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah;
3. Bupati adalah Bupati Wajo;
4. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Wajo;
5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Wajo
6. Badan Pengelola Keuangan Daerah adalah Badan Pengelola Keuangan Daerah
Pemerintah Kabupaten Wajo;
7. Pajak Reklame adalah pajak atas Penyelenggaraan Reklame;
8. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan
atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan yang dapat
dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum;
4
9. Panggung atau lokasi reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan satu atau
beberapa buah reklame;
10. Penyelenggaraan reklame adalah perorangan atau badan hukum yang menyelenggarakan
reklame baik untuk namanya sendiri atau nama pihak lain yang mmenjadi
tanggungannya;
11. Kawasan/zone adalah batasan-batasan wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan
wilayah tersebut digunakan untuk pemasangan reklame;
12. Nilai jual obyek pajak reklame adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran biaya yang
dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara rekalme termasuk dalam hal ini adalah
biaya/harga bahan reklame, kontruksi, instalasi listrik pembayaran/ongkos perakitan,
pemancaran, diperagakan, ditayangkan dan atau terpasang di tempat yang telah diijinkan;
13. Nilai strategi lokasi reklame adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi
pemasangan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota
untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha;
14. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang di kas daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati;
15. Surat Ketetapan Pajak Daerah, selanjutnya disingkat SKPD adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah pajak yang terutang;
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit
lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
18. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang kemudian disingkat STPD adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK
Pasal 2
(1) Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas penyelenggaraan Reklame.
(2) Obyek pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame.
(3) Obyek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Reklame Papan/Billboard/Megatron, Videotron, dan sejenisnya;
b. Reklame Kain;
c. Reklame Melekat, Sticker;
d. Reklame Selebaran;
e. Reklame Berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame Udara;
g. Reklame Apung;
5
h. Reklame Suara;
i. Reklame Film/Slide;
j. Reklame Peragaan.
Pasal 3
Dikecualikan dari obyek pajak adalah :
a. Penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan,
warta bulanan dan sejenisnya;
b. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, berfungsi untuk
membedakan dari produk sejenis lainnya;
c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha
profesi diselenggarakan sesuai ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau
profesi tersebut;
d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
e. Reklame yang diselenggarakan oleh Organisasi Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial
Politik
f. Reklame yang diselenggarakan perorangan/masyarakat yang tidak bertujuan komersial
Pasal 4
(1) Subyek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.
(2) Wajib Pajak Reklame atau orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau
badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut.
(4) Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi
wajib pajak reklame.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
(2) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga maka nilai sewa reklame
sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame.
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, yang digunakan, lokasi
penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah dan ukuran media Reklame.
(4) Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui
dan /atau dianggap tidak wajar, nilai sewa reklame ditetapkan dengan menggunakan
faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Cara perhitungan Nilai Sewa Reklame adalah :
NSR = Nilai Strategis lokasi x nilai obyek pajak reklame
6
(6) Hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 6
(1) Tarif pajak Reklame untuk produk rokok dan/atau minuman beralkohol ditetapkan
sebesar 25% (dua puluh lima persen).
(2) Tarif pajak reklame lainnya ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen)
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN
CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
(1) Pajak Reklame yang terutang dipungut di Wilayah Daerah.
(2) Besarnya pajak Reklame terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK
Pasal 8
[
Masa Pajak Reklame jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender.
Pasal 9
Pajak Reklame terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan Reklame.
Pasal 10
(1) Setiap wajib pajak wajib melaporkan data subjek dan objek pajak.
(2) Laporan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas benar dan
lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.
(3) Laporan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.
(4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian laporan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
7
BAB VI
PEMUNGUTAN
Bagian Pertama
Tata Cara Pemungutan
Pasal 11
(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan
pajak.
(3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Bupati
dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(4) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa karcis dan
nota perhitungan.
Pasal 12
(1) Tata cara penerbitan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan penyampaian SKPD atau
dokumen lain yang dipersamakan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) diatur
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Surat Tagihan Pajak
Pasal 13
(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika :
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah
tulis dan/atau salah hitung;
c. wajib pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaiman dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi
administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalaui STPD.
8
Bagian Ketiga
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
Pasal 14
(1) Bupati menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak.
(2) SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembentulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan
Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dilunasi dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(3) Bupati atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat
memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran,
angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib
pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan.
Bagian Keempat
Keberatan dan Banding
Pasal 16
(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDLB;
c. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alas an-alasan
yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali
jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui wajib pajak.
9
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti
penerimaan surat keberatan.
Pasal 17
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat
Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 18
(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 19
(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan
sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai
sanksi adminstratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan
(4) Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, saksi administratif berupa
denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) tidak
dikenakan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
10
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran Pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
Bagian Kelima
Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, dan
Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Adminstratif
Pasal 20
(1) Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat membetulkan SKPD,
STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis
dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah;
(2) Bupati dapat :
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan
Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau
bukan karena kesalahannya;
b. Mengurangkan atau menambahkan SKPD, STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak
benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. Membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan
membayar wajib pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi
administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati
BAB VII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 21
(1) Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus memberikan keputusan.
11
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati
tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak
dianggap dikabulkan dan SKPDLB atau SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak, kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang
Pajak tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksdud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB
atau SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan,
Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pembayaran Pajak.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
KADALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 22
(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kadaluwarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(2) Kadaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau
b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa
tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 23
(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.
12
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kadaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB IX
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 24
(1) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(2) Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara pembukuan atau
pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 25
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
(2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan Obyek Pajak yang terutang;
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu
dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB X
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 26
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian
kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
13
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 27
(1) Selain Pejabat Penyidik Umum, Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
perpajakan Daerah;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan Daerah;
g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda,
dan/atau dokumen yang dibawa;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. Menghentikan penyidikan; dan/atau
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
14
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan meyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang atau kurang dibayar.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar dapat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak yang terutang.
(3) Denda sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan negara.
Pasal 29
Tindak Pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu
5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya
Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Pajak Reklame yang masih terutang berdasarkan
Peraturan Daerah mengenai Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan
Daerah ini masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat
terutang.
15
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Wajo
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Pajak Reklame dinyatakan Tidak berlaku lagi.
(2) Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan Keputusan dan/atau
Peraturan Bupati.
Pasal 32
Peraturan Daerah ini dimulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Sengkang
Pada tanggal, 2011
BUPATI WAJO,
H. ANDI BURHANUDDIN UNRU
Diundangkan di Sengkang
Pada tanggal, 2011
SEKRETARIS DAERAH,
H. M. NATSIR TAUFIK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAJO TAHUN 2011 NOMOR ………
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : twitter@wajoterkini | facebook WAJOTERKINI.com | PinBB: 2A9F133B | Google@wajoterkini
Copyright © 2011. Kawali News - All Rights Reserved
Template Created by Published by Bakri Grafika
Proudly powered by wajoterkini